Prolog Inilah Hijrah Cintaku
Zahra sedari tadi membungkam
mulutnya. Ia takut untuk berkata-kata. Pikirannya sedang menata satu demi satu
kalimat yang akan ia katakan kepada sosok laki-laki dihadapannya. Laki-laki
yang berhasil meruntuhkan pertahanan hatinya, bahkan dalam jangka waktu yang cukup
lama.
“Sebelumnya
aku minta maaf jika yang kukatakan nanti akan membuatmu kecewa.”
Zahra
menjeda perkataannya. Sedangkan laki-laki dihadapannya hanya menyimak seksama.
“Aku wanita biasa
yang hanya bisa menunggu. Aku tahu yang kita lakukan ini nggak benar. Saat aku
menerimamu dulu, kukira kamu akan segera datang ke rumahku. Menemui Abi dan
Ummi untuk mengkhitbahku. Tapi kamu nggak datang-datang. Padahal ini sudah
hampir setahun. Maaf jika aku lancang mengatakan ini. Bagiku, jika kamu serius,
kamu nggak akan menunda-nunda niatan yang baik itu.”
Laki-laki di hadapan Zahra
menoleh, “Jadi intinya kamu mau-“
“Kita putus,” jawab Zahra
lugas. Nadanya terdengar sangat getir saat mengucapkan kata-kata itu.
Laki-laki dihadapan Zahra
sama sekali tidak mengira bahwa Zahra akan mengatakan hal itu. “Ke..kenapa?”
“Bukankah pernyataanku
tadi udah cukup buat menjelaskan alasanku?”
“Ya... Aku nggak
melihat kesungguhanmu dalam hubungan ini. Aku tahu pacaran itu dilarang oleh
Allah. Dan akupun yakin kamu paham akan hal itu. Cukup bagiku untuk menunggu.
Kamu terlalu berhasil mengacaukan pertahanan hatiku hingga aku berhasil
melanggar syariat. Aku tahu aku salah. Dan aku juga ingin kamu menyadari
kesalahan ini,” tambahnya.
“Tolong beri aku
sedikit waktu lagi, Ra.”
“Mas Alfath, lebih
baik kita saling memantaskan diri dulu. Jika kamu yakin bahwa aku adalah
jodohmu, maka kamu nggak akan menyia-nyiakan waktumu dan akan segera menemui
Ummi dan Abi untuk menyatakan kesungguhanmu.
“Jika kita memang
berjodoh, pasti kita akan dipertemukan oleh Allah entah bagaimana caranya.
Selalu ada cara bagi Allah untuk menyatukan dua insan yang berbeda. Percayalah
itu Mas Alfath.”
Zahra bangkit dari
kursinya, “Aku pergi dulu. Assalamu’alaikum.”
Alfath terpaku di
tempat duduknya, tidak dilihatnya wanita itu pergi. Kata-kata Zahra tadi sudah
cukup untuk mengacaukan pikirannya. Zahra adalah sosok yang membuatnya berubah.
Ia jadi teringat akan pertemuan pertamanya dengan Zahra. Pertama kali mereka
bertemu saat di masjid universitas mereka.
Dan pada akhirnya,
setelah pertemuan mereka yang beberapa kali itu akhirnya mereka saling bicara
dan lambat laun menjadi dekat. Hingga suatu saat Alfath menyatakan cintanya
pada Zahra. Zahra awalnya menolak dengan tegas. Tapi Zahra melihat ada kesungguhan
pada diri Alfath. Maka iapun menerimanya dan berharap Alfath akan segera
menemui orang tuanya.
Setelah satu tahun
berlalu, Alfath tak juga menunjukkan kesungguhannya pada Zahra. Zahra pun mulai
ragu. Dan keraguannya telah ia utarakan dalam pertemuannya dengan Alfath sore
ini. Sekarang, Ia hanya ingin menyerahkan urusan jodoh kepada Sang Maha Cinta.
Senja nampak murung
dihadapan Alfath. Didengarnya suara adzan yang berkumandang dengan indahnya. Ia
pun beranjak pergi dan bergegas menuju masjid dan menenangkan hatinya. Ia ingat
kepada Allah, dan hatinya menjadi tenang.
***
Menangis. Itulah yang
Zahra bisa lakukan sekarang untuk menumpahkan kesedihannya. Ia sedih bukan
karena telah memutuskan Alfath. Ia sedih karena ia telah jatuh di lubang yang
sangat dalam. Satu tahun bukanlah waktu yang sedikit, dan dalam satu tahun itu
dia sudah menyia-nyiakan banyak waktunya dan berbuah dosa.
Dia seorang muslimah
yang berhijab, tetapi tidak menunjukkan bagaimana sikap seorang muslimah yang
seharusnya. Malam ini ia menangis menderu-deru. Disadarinya kesalahannya sejak
lama. Namun ia tak pernah menyesal telah mengambil keputusan ini.
“Ya Allah, maafkanlah
hamba-Mu yang lalai ini. Hamba tidak bisa menjaga kesucian cinta yang Engkau
beri. Hamba telah lalai menjaganya. Berikanlah hamba kekuatan dalam penantian
cinta yang sesungguhnya Ya Allah. Jangan biarkan hamba jatuh lagi dalam lubang
yang sama hingga Engkau pertemukan hamba dengan imam terbaik yang telah Engkau
persiapkan bagi hamba. Sebagaimana yang telah tertera dalam Lauhul Mahfudz..
Aamiin.”
Zahra menutup doanya
dan menyeka air mata yang membasahi wajah cantiknya. Ia jauh lebih tenang saat
ini. Memang benar kata orangtuanya dulu, mencurahkan segala keluh kesah kita
kepada Allah adalah obat yang paling manjur dari kegundahan hati.
Ummi,
Abi, Zahra rindu.. bisik
hati kecilnya.
Haii semua. Ini part 1 dari 26 part yang udah aku publish di wattpad. bisa dibaca di akun cystwriter yaa. Thank Youuu!
Komentar
Posting Komentar